Rabu, 22 Februari 2017



Indonesia kini berada dalam kondisi “gawat darurat”. Cirinya terlihat dari impor pangan yang mencapai angka 80%. Beras, yang menjadi makanan pokok masyarakat, masih harus diimpor.  Bahkan tempe, makanan tradisional khas negeri ini yang sangat dikenal, masih terus-menerus terhantam oleh krisi kedelei. Dimanakah negeri agraris yang mampu menghasilkan sendiri produk pertaniannya?

Kita harus berbesar hati untuk mengakui bahwa bangsa ini sesungguhnya telah krisis pangan. Hanya untuk sementara, krisisnya terselamatkan dengan adanya kebijakan impor. Namun kita harus waspada. Kelak, ketika terjadi krisis di negeri pengekspor, negeri kita yang tergantung pada produk negara lain akan terhantam badai krisis.

Bila kita menilik lebih jauh, cara pandang pembangunan di Indonesia sudah lama keliru. Jakarta sebagai pusat pemerintahan, artinya jelas identik dengan pusat kebijakan.  Soalnya pusat kebijakan ini seringkali diartikan, diyakini, hingga dipaksakan juga jadi pusat pembangunan.  Cara dan sikap pandang ini, akibatnya menular kepada ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten, dan kota madya yang mereplika jadi pusat kebijakan sekaligus pusat pembangunan.  Akibatnya konsentrasi pembangunan kini sungguh-sungguh terpusat di kota-kota. Terjadi kepincangan pembangunan, ketidakadilan pusat dan daerah – kota dan desa. Akibatnya terjadi perapuhan sistemik yang merongrong kekuatan negara dan stabilitas sebagai sebuah bangsa.

Perbandingan kota dan desa: 
  • Jumlah ibu kota provinsi, kota madya, & kabupaten, sekitar 500 kota.
  • Jumlah desa sekitar 7.000 – 8.000 desa.
Dengan membangun desa, jelas kemakmuran desa akan mengalir dan mendorong kota-kota tumbuh lebih sehat.

Karena pembangunan terkonsentrasi di kota, desa pun terabaikan yang artinya tak ada kemajuan di desa. Maka desa pun ditinggalkan warga terbaik. Akibatnya, 71.000 dari 78.000 desa jadi desa tertinggal Pengolahan sawah dan kebun sayur mayur yang tak banyak menjanjikan, akhirnya beralih kepemilikan.
Hingga akhirnya kini, 88% petani memiliki lahan rata-rata hanya 0,5 ha. Lahan yang untuk kebutuhan sendiri pun tak cukup. Hingga 80% penghasilan petani untuk kebutuhan sehari-hari, ternyata memang bukan dari pertanian. Dengan demikian, masih layakkah petani dianggap petani? Dan ironisnya, kondisi sulit ini pun mendorong para petani sekarang untuk tidak menganjurkan anak-anaknya jadi petani.

selamatkan sawah produktif,sistem informasi desa,sistem pertanian indonesia,sistem pertanian modern,sistem tanam padi,strategi sdm,sumber alam,sumber daya pangan,sumber pangan,swadaya pangan,swasembada beras,swasembada daging,swasembada pangan,tanam padi,tanam padi sri,tanaman padi,tanaman sayuran,tani indonesia,teknik pertanian modern,traktor pertanian,traktor sawah modern,tumbuhan padi,upaya mewujudkan kedaulatan rakyat,usaha dalam bidang pertanian,usaha desa modal kecil,usaha desa sejahtera,usaha desa terpencil,usaha desa wisata,usaha desa yang menguntungkan,usaha desa yang menjanjikan,usaha di bidang pertanian

REALISASI PROGRAM
Ada beberapa hal yang harus dilakukan, yang setidaknya dibedakan atas tiga (3) hal. Masing-masing hal tersebut tidak mana yang paling utama dan harus lebih dahulu, melainkan mana yang bisa diselesaikan sesuai sikonnya. Ke-3 hal itu adalah sbb:
1) PEMBENTUKAN
Program Lumbung Desa dapat dilakukan dengan dua pendekatan:
§  Ke-1: Program Yang Sudah Ada
§  Artinya terdapat kegiatan yang sudah berjalan di petani.
§  Kegiatan tersebut tidak harus sama seperti Lumbung Desa.
§  Tegasnya apapun kegiatan yang dianggap bisa menopang cita-cita LD, itu bisa dijadikan pijakan where to start. Dengan kata lain kiprah LD bisa dimulai dari kegiatan yang sudah ada ini.
§  Ke-2: Memulai Dari Awal
§  Untuk memulainya, jika sawah, lahan yang dibutuhkan minimal 5 ha. Angka 5 ha mengacu pada kalkulasi:
1.      Hasilnya agar bisa menutup biaya operasional, terutama untuk upah pekerja.
2.      Tertutupnya operasional dan upah pekerja, memberi keleluasaan untuk bisa komit dan konsisten dalam jangka panjang guna merealisir cita-cita LD.
§  Ditilik dari kisaran dana, untuk sebuah LD dibutuhkan antara Rp 200 juta – Rp 500 juta.
§  Catatan:
Lumbung Desa dalam bentuk phisik memang harus dibuat
§  Jika dalam bentuk gudang kebanyakan seperti yang dipahami sekarang, secara psikologis ini tidak mendorong ghirah ber-LD.
§  Dalam bentuk spt Lumbung Padi tradisional, harapannya semoga ini bisa memompa semangat menghidupkan warisan dan bahkan melengkapi dengan nilai baru untuk kemaslahatan desa.
§  Apa yang dimaksud dengan nilai baru, lihat di bagian Peran & Manfaat LD.
2) PENGELOLA
§  Pekerja sebagai pengelola murni adalah warga setempat, terutama para pemuda-pemudinya.
§  Diutamakan berlatar petani, aktif di kelompok tani, atau aktif di Karang Taruna. Bahkan yang lebih utama lagi, diharap di antara pengelola itu ada yang pernah atau tengah menjabat Ketua Kelompok Tani atau Ketua Karang Taruna.
§  Mengapa latar ini diutamakan?
§  Mereka punya kecakapan di pertanian atau organisasi.
§  Dengan masih berada di kelompok tani dan karang taruna, itu jadi bukti komitmen mereka tetap membangun desa.
§  Dengan jabatan ketua, itu pun bukti bahwa mereka telah diakui dan diterima sifat-sifat kepemimpinan oleh lingkungannya.
§  Kantor atau Sekretariat Pengelola
§  Bisa diawali dengan meminjam rumah dari warga yang baik sebagai implementasi konsep gotong royong.
§  Bisa menyewa, atau
§  Kelak harus berdiri dibangun di atas tanah pengelola.
3) PENDANAAN
Yang perlu ditegaskan, Ketahanan Pangan apalagi menuju Kedaulatan Pangan, merupakan aktivitas jangka panjang. Maka program LD tidak akan menggunakan dana:
§  Komersial, dan
§  Dana mengikat lainnya dengan sejumlah persyaratan
Ketika LD sudah dianggap cakap atau mandiri, maka:
§  Pengelola leluasa melakukan kerja sama lain, tetapi dengan tetap menjaga nilai dan cita-cita mengapa LD dibangun.
§  Dibuka kesempatan untuk investasi kepada para pihak, yang model bagi hasilnya lihat pada bagian Peran & Manfaat LD.
§  Dana CSR perusahaan yang tidak mengikat terutama di awal pengelolaan LD.
§  Investasi atau CSR perusahaan, yang hasilnya bisa langsung diserap oleh investor atau perusahaan ybs, yang bagi hasilnya disepakati bersama. Tetapi perlu ditegaskan bahwa ini tidak membuka praktek gaya baru ijon (new paradigm of ijon).



Sampaikan Donasi Anda ke:
Office
Jl. HOS Tjokroaminoto (Pasirkaliki)
No. 143 Bandung 40173
Telp: (022) 6120218 Fax: (022) 6120130
Indonesia
Gedung Wakaf 99,
Jl. Sidomukti No. 99 H Bandung 40123
Telp: (022) 2513991 Fax. (022) 2511865
Indonesia


selamatkan sawah produktif,sistem informasi desa,sistem pertanian indonesia,sistem pertanian modern,sistem tanam padi,strategi sdm,sumber alam,sumber daya pangan,sumber pangan,swadaya pangan,swasembada beras,swasembada daging,swasembada pangan,tanam padi,tanam padi sri,tanaman padi,tanaman sayuran,tani indonesia,teknik pertanian modern,traktor pertanian,traktor sawah modern,tumbuhan padi,upaya mewujudkan kedaulatan rakyat,usaha dalam bidang pertanian,usaha desa modal kecil,usaha desa sejahtera,usaha desa terpencil,usaha desa wisata,usaha desa yang menguntungkan,usaha desa yang menjanjikan,usaha di bidang pertanian

PERAN DAN MANFAAT LUMBUNG DESA


Peran
§  Peran utama LD
§  Simbol pergerakan produktivitas desa
§  Salah satu pusat kegiatan produktivitas desa
§  Ajang pelatihan dan pendidikan produktivitas desa
§  Lahirkan kalangan professional pembangun desa
Manfaat
§  Manfaat utama LD
§  Pengelolaan hasil panen dilakukan dengan pembagian atas tiga komponen dasar. Meski secara ringkas dengan mudah dibagi serba tiga (3), namun pada akhirnya besarnya pembagian tergantung sikon. Pembagian tersebut adalah sbb.:
§  1/3 untuk operasional
§  1/3 untuk pengembangan usaha
§  1/3 untuk fakir miskin di desa ybs
§  OPERASIONAL
Yang termasuk biaya operasional:
§  Biaya produksi dan pasca produksi
§  Gaji pekerja dan bonus
§  Sebaiknya upah pekerja di atas UMR
§  PENGEMBANGAN USAHA
Pembagian hasil panen:
§  Disisihkan untuk bibit
§  Dijual
§  Hasil penjualan digunakan untuk pengembangan usaha
§  Usaha yang dikembangkan disesuaikan dengan sikon
§  HAK FAKIR MISKIN
Keuntungan bagi kalangan miskin, dibagi atas:
§  Zakat = 2,5% yang alokasinya:
§  Untuk konsumtif bagi kalangan fakir
§  Dana zakat bisa juga dari donatur lainnya
§  Sedekah
§  Penggunaan dana sedekah sebaiknya didiskusikan. Utamanya untuk memacu etos agar kalangan miskin bisa keluar dari jerat-jeratnya. Satu hal yang dapat ditimang adalah untuk pendidikan.
§  Penggunaan sedekah untuk pendidikan tak lagi terpaku hanya untuk biaya anak2 kalangan miskin, melainkan membiayai guru atau ahli untuk mendidik pemuda dan anak2 miskin di desa.
§  Dengan membiayai satu atau dua ahli, tim ini bisa mengajari ketrampilan yang dibutuhkan untuk menopang pembangunan desa.
§  Tegasnya inilah beaguru, bukan beasiswa. Manfaat beaguru lebih besar, lebih banyak, lebih luas, lebih lama, lebih berkelanjutan lebih menopang kebutuhan pembangunan desa.
§  Manfaat Lain
LD dan desa dimana LD itu berada bisa menjadi:
§  Daerah tujuan wisata
§  Wisata ke desa dengan apa adanya model desa, juga memberi nuansa tersendiri. Seperti ikut dalam menanam padi dan tanaman lain atau panen, memandikan kerbau, ikut mandi di sungai, sambil juga melihat utuh bagaimana bentuk dari Lumbung Desa.
§  Pengunjung terutama bisa diawali dengan mereka yang menjadi donatur. Sambil melihat perkembangan atas donasi, mereka juga bisa menikmati suasana alam pedesaan.
§  Para pengunjung juga bisa merupakan pelajar sebagai study tour. Dari sini bisa dikemas hal yang saling mengisi. Apa yang dimiliki desa dan tidak ada di kota, bisa disharing. Sebaliknya apa yang tak ada di desa juga bisa disharing.
§  Tentu ini membutuhkan penyiapan sarana dan prasrana termasuk mental warga desa.  Ini memang bab lain yang akan dibicarakan secara khusus.
§  Tempat KKP
§  KKN yang singkatan Kuliah Kerja Nyata, dapat diganti dengan KKP yakni Kuliah Kerja Produktif.
§  PT ybs bisa membuat kesepakatan dengan desa dan pengelola LD, berapa lama dan apa saja yang akan dilakukan selama KKP para mahasiswanya.
§  KKN yang selama ini bersifat hit and run, dengan KKP diubah formatnya jadi permanen berlanjut di tempat yang sama. Mahasiswa boleh berganti, tapi aktivitas di desa tetap lanjut.
§  Maka PT ybs bisa mengukur kinerja dan terus meningkatkan kualitas. Sedang bagi warga desa aktivitas KKP itu dapat dirasakan manfaatnya sungguh-sungguh.
§  Kegiatan CSR
§  LD dan desa dimana LD berada, itu juga bisa menjadi tempat praktek nyata dari CSR perusahaan.
§  Dengan dana CSR, perusahaan ybs bisa membiayai LD dan menjadikan LD itu sebagai salah satu pusat dari praktek CSR yang mereka lakukan.
§  Tetapi yang harus dingat bahwa meski itu dibiayai dana CSR, tak otomatis mereka adalah pemilik LD. Kepemilikan LD tetap ada di desa tersebut di bawah kordinasi LD Pusat.
§  Desa Komunitas
§  LD dan dimana desa itu berada, juga dapat dinamakan ‘desa komunitas…’ yang namanya disesuaikan dengan komunitas yang menjadi donatur total.
§  Missal komunitas penggemar sepeda, atau komunitas perumahan ABC, atau komunitas penggemar grup band anu.
§  Ini menjadi desa yang punya hubungan khusus dengan komunitas tersebut. Dengan hubungan ini, diharap desa itu juga mendapat manfaat dengan terjadinya peningkatan positif. Bahkan
§  CATATAN:
§  Baik jadi tempat wisata, tempat KKP, tempat CSR, dan desa komunitas, semuanya memberi peluang untuk terjadinya transaksi untuk membeli produk desa.